Silahkan klik Fanpage Misykat
Silahkan ikuti Twitter Misykat
Subscribe Channel Misykat TV
Abdullah bin Sinan mendatangi Imam Ja’far ash-Shadiq. “Aku bingung menghadapi temanku, ya imam,” ucapnya. “Kenapa?” tanya imam. “Aku sambungkan silaturahmi kepadanya, tetapi ia memutuskan silaturahmi kepadaku. Kemudian kedua kalinya aku menyambungkan silaturrahmi kepadanya. Begitu pula ketiga kalinya aku melakukan hal yang sama. Namun, ia memutuskan silaturahmi denganku. Akhirnya, aku mengambil sikap untuk memutuskan silaturrahmi dengannya. Bagaimana pendapat imam?” kata Abdullah bin Sinan balik tanya.
Imam Ja’far ash-Shadiq menjawab, “Jika kamu menyambungkan silaturahmi, tetapi temanmu malah memutuskannya, maka Allah yang akan menyambungkan hubungan antara kamu dan temanmu. Namun, jika kamu mengambil sikap untuk memutuskan silaturahmi, maka Allah akan memutuskan hubungan kamu dan dia.”
Kisah tersebut terjadi beratus-ratus tahun lalu, tetapi kejadian serupa sering terjadi saat ini. Mungkin sering kita merasa kesal bahkan terkadang bersumpah untuk tidak mendatangi teman kita karena tidak menyukai sikapnya. Kita sering tidak merasa salah jika tidak melakukan sesuatu, padahal perbuatan tersebut jika dilakukan akan mendatangkan kasih sayang Allah kepada kita.
Begitupula kita sering merasa benar saat memutuskan silaturrahmi dengan orang berbuat salah atau membenci kita. Kita lupa, ketika banyak manusia yang tidak beriman kepada Allah, Dia tetap memberikan rezeki. Begitupula ketika banyak orang membenci dan memusuhi Nabi Muhammad saw, beliau tetap berbuat baik dan bersilaturahmi. Mengapa di antara kita masih tidak mau melakukannya.
Sebenarnya, silaturahmi dapat memanjangkan maal dan ‘amal. Maksudnya, jika selalu bersilaturahmi, seseorang akan memiliki tambahan mal (harta) dan memperbanyak amal. Pernyataan tersebut sesuai sabda Rasulullah yang mengatakan bahwa orang yang memperbanyak silaturrahmi akan mendapatkan rezeki.
Silaturahmi berasal dari kata Arab “Silaturrahiim” yang merupakan gabungan dari “shilah” (artinya: menyambungkan) dan “rahiim” (artinya: penyayang). Dari tata bentukan kata tersebut, silaturahmi mengandung pengertian suatu uapaya menyambungkan kasih sayang. Dengan demikian ketika kita melakukan silaturahmi dengan seseorang termasuk yang tidak disukai, maka kita menebarkan kasih sayang kepadanya. Begitupula kita murnikan niat bersilaturahmi kita bukan untuk mendapatkan sesuatu yang sifatnya materi, tetapi mengharap kasih sayang Allah.
Islam adalah agama “rahmatan lil ‘aalamiin” yang artinya rahmat (kasih sayang) bagi seluruh alam. Maksudnya, agama Islam merupakan “software” bagi kehidupan seluruh alam dan akan menjadi rahmat jika diterapkan. Namun, “rahmatan lil ‘aalamiin”-nya Islam tidak akan dirasakan jika umatnya tidak menebarkan kasih sayang. Dan di antara alat untuk menebarkan kasih sayang adalah silaturahmi.
Jika tujuan silaturahmi adalah menebarkan kasih sayang, maka wajar jika harus dilakukan walaupun kepada orang yang kita benci atau orang yang membenci kita. Mungkin dengan silaturahmi yang kita lakukan, seseorang yang membenci kita akan luluh hatinya.
Begitu pula bila kita selalu mengunjungi orang dibenci, akan muncul kasih sayang dalam diri kita terhadapnya. Jika dengan silaturahmi “rahmatan lil ‘aalamiin”-nya Islam dapat tersebar, apa salah bila kita bersilaturahmi terhadap penganut non-Islam? Siapa tahu Allah akan menumbuhkan hidayah kepada orang-orang yang membenci Islam. Begitulah yang terjadi ketika Allah menurunkan hidayah kepada penduduk Tha’if yang telah melempari Nabi Muhammad saw, saat berdakwah.
Untuk menumbuhkan jiwa kasih sayang dan ruh bersilaturahmi dalam diri, kita harus beriman, berilmu, dan beramal. Ukuran iman, ilmu, dan amal setiap orang tidak akan sama. Kewajiban bersilaturahmi tidak hanya ditunjukkan kepada orang yang tinggi kualitas iman, ilmu, dan amalnya, tetapi kepada semua, termasuk kita.
Oleh karena itu, tidak sepantasnya kita terlalu mengandalkan orang datang kepada kita, tetapi mari kita datangi orang lain terlebih dahulu. Jika ada orang yang tidak mau menyambungkan silaturahmi, kita harus tetap melakukannya agar Allah mempererat hubungan kita. Allah-lah yang Maha Pengasih dan Penyayang dan Dia yang Maha menyambungkan kasih sayang. Tidak akan ada orang yang sanggup menghalangi jika Allah berkehendak dua orang berkasih sayang. Begitupula tidak ada yang dapat menolak ketika Allah berkehendak memisahkan seseorang dengan lainnya.
AHMAD DIMYATI adalah aktivis IJABI. Beliau wafat pada 17 April 2014 dan dikebumikan di Pemakaman Umum Ciburuy, Jalan Mohammad Toha Bandung. Mohon doa untuk beliau: al-fatihah maash-shalawat.
Copyright © 2021 Misykat · All Rights Reserved